Paradoks


Ketika hampir kehilangan semangat, pandangi dengan lekat orang – orang yang kau rasa begitu dekat. Pandangi mereka dengan penuh arti. Pandangi mereka yang kau sayangi. Bayangkan wajah bahagia mereka, ketika mereka tersenyum dan tertawa oleh karena sabab musababdiirmu. Bayangkan wajah mereka bersedih karena bersimpati atas kegagalan yang kau hadapi. Meskipun kegagalan hanyalah sebuah paradoks.
Kegagalan kadang membuat mu bisa melakukan sesuatu hal yang berulang, hal yang hanya dilakukan oleh orang yang mengalami kegagalan. Kegagalan membuatmu lebih berhati-hati. Kegagalan memberikan kesempatan untuk belajar ekstra dan mengalami kebahagian yang berlipat ketika akhirnya berhasil akan suatu hal. Itulah kegagalan, sebagai sebuah paradoks.
Kegagalan memang bukan hal yang menyenangkan. Kadang membuat orang kecewa, rapuh, jatuh, dan mungkin depresi. Tapi percayalah kawan, dalam kegagalan ada suatu hal yang patut diambil pelajaran, meski kadang kita luput dari pelajaran itu karena diri yang terlalu bebal, dan terlalu sombong untuk belajar dari sebuah kegagalan.
Kegagalan kadang membuat hancur, dan merasa bahwa dunia ini tidak adil, seolah olah patokan keadlian itu kitalah yang paling paham dan menentukan. Ratapi kegagalan sampai bosan dan lupa bagaimana caranya meratap. Karena kegagalan butuh sebuah ratapan dan kontemplasi. Dan setelah itu bangkitlah dari ratapan yang begitu lama dan menyakitkan. Meskipun setiap orang punya cara sendiri dan waktunya sendiri, punya daya waktu dengan kecepatan tertentu untuk meratap. Ibarat sebuah imunitas dalam tubuh, setiap orang punya waktu dan cara dalam menjaga tubuhnya dalam menyembuhkan kerusakan dalam biologisnya. Dan setiap orang pula punya daya sembuh masing – masing dalam menyebuhkan kekecewaan atas setiap kegagalannya, menyebuhkan semangat psikologisnya. Ada yang cepat namun ada pula yang lambat, tapi memang setiap kegagaln perlu sebuah ratapan, karena disana kita akan belajar.
Jangan terlalu lama diam dalam jurang ratapan yang gelap dan lembab sehingga membuat busuk. Saatnya bangkit dari jurang derita penuh ratapan. Perlahan atau pun melesat secepat kilat, merangkak ataupun terbang. Setiap ratapan harus segera disudahi, cukup, cukup sudah ratapan sebuah kegagalan.
Banyangkan wajah wajah orang kau cintai, senyum dan tawanya. Pandangi lekat penuh makna, ketika mereka tertidur dengan wajah damai tanpa poles kepalsuan dan kebohongan. Dan temukan semangat untuk melesat secepat kilat untuk bangkit dari jurang ratapan yang menyedihkan. Tapi tidak, tidak perlu kawan. Tidak perlu melesat secepat kilat jika tak mampu, cukup merangkak, memanjat setiap inci demi inici tebing jurang ratapan. Sungguh, itu sebuah usaha yang luar bisa ketika kau berusaha berupaya meski terseok-seok untuk berusaha bangkit dari kegagalan, dari jurang ratapan. Disanalah, disanalah letak sebuah nilai usaha, sebuah proses perjuangan. Berbeda memang antara secepat kilat dengan memanjat, tapi disanalah letak nilai lain yang tak bisa diukur dengan causalitas. Itu juga paradoks.
Mengapa ada kegagalan dan mengapa ada keberhasilan, itu juga paradoks. Karena dengan adanya kegagalan seseorang bisa belajar lebih banyak.
Tetaplah semangat, dunia ini punya sisi lain yang nilainya berbeda dari setiap sisi yang ada. Bersemangatlah, meski ceritamu dipenuhi kegagalan, meski kau tetap memanjat luar dari jurang ratapan. Kegagalan adalah paradoks begitu juga keberhasilan, hanya perlu hati yang bersih, yang tidak dipenuhi dengan kesombongan untuk memetik, menuai, memanen, mengarungi segala nilai – nilai dari kehidupan, kehidupan disetiap hembusan nafas yang tak ternilai.
Written by Zayeed al Majnun

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »