PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR UNTUK INDONESIA


PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR UNTUK INDONESIA
Oleh: Yuran Ramadhan
Bandung, 07 Mei 2019

Gambar terkaitKegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Panitia Negara tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik. Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi BATAN
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya, seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktif dan fasilitas nuklir lainnya. (batan.go.id)
Hingga saat ini penggunaan reactor nuklir masih digunakan iradiasi bahan pangan guna menghasilkan suatu inovasi yang dapat meningakatkan kualitas pangan tersebut dengan sisa residu radiasi yang bisa dibilang tidak meninggalkan residu. Selain digunakan untuk iradiasi bahan pangan, reaktor nuklir yang ada di BATAN Serpong, Bandung dan Yogyakarta ini pun masih sebatas untuk bahan riset – riset para ilmuan sebelum benar – benar mengunakannya pada reactor pembangkit listrik tenaga nuklir.
Dengan berbagai riset yang telah dilakukan lebih dari 50 tahun tersebut sudah saatnya Indonesia membangun sebuah reactor nuklir guna memenuhi kebutuhan energi listrik bangsa ini yang semakin meningkat. Meninjau lebih jauh, negara-negara lain saat yang sudah memanfaatkan PLTN serta berbagai EBT lain guna memenuhi kebutuhan energi di negaranya.
Melihat besarnya peran PLTN ini yang banyak digunakan negara lain, menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan oleh negara ini untuk mulai membangun sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Namun demikian, untuk membangun sebuah PLTN tidaklah mudah. Berbagai faktor perlu dipertimbangkan salah satunya adalah faktor geografis wilayah Indonesia. Letak geografis negara ini yang masuk pada zona Ring of Fire membuatnya rentan untuk terkena bencana gempa bumi. Hal ini menjadi suatu hal yang serius bila dibangun sebuah reactor nuklir. Maka dari itu, pemilihan tempat untuk membangun reactor ini pun sangat perlu dipertimbangkan dengan matang. Mekanisme kerja reactor nuklir ini secara garis besar adalah sebagai berikut.
Hasil gambar untuk skema pltn
Sumber Gambar: https://ilmunuklir.wordpress.com/
Hingga saat ini, pihak BATAN telah beberapa kali mengajukan pembangunan reactor nuklir ini pada pemerintah, mengingat hasil yang diperoleh akan sangat besar dan bermanfaat namun belum mendapatkan lampu hijau. Beberapa kendala dalam pembangunan suatu reactor nuklir adalah bahwa untuk membangun sebuah PLTN dibutuhkan waktu sekitar 10 tahun dengan biaya sangan besar pula tentunya. Hal tersebutlah yang mungkin menyebabkan negara ini masih belum memilih untuk membangun PLTN ini. Selain faktor geografis dan ekonomi yang menjadi pertimbangan dalam membangun sebuah PLTN di Indonesia, faktor sosial yaitu kendala psikologis masyarakat yang menjadi pertimbangannya. Mind set masyarakat mengenai PLTN ini negative dan penuh kekhawatiran, mengingat banyaknya tragedi yang menyebabkan kecelakaan dan menimbulkan bahaya radiasi yang sangat fatal. Namun semua itu tidak benar, BATAN Sebagai Badan yang meneliti dan melakukan banyak riset yang berhubungan dengan iradiasi selama 50 tahun masih aman dan belum pernah terjadi kecelakaan yang menimbulkan bahaya radiasi yang fatal. Pihak BATAN pun meyakinkan bahwa penggunaan rekator nuklir sebagai pembangkit listri akan aman bila dioprasikan sesuai dengan SOP yang baik. Hal ini juga didukung oleh WHO
Data menunjukkan bahwa korban manusia yang meninggal terkait kecelakaan pembangkit listrik di seluruh dunia menunjukkan bahwa PLTN justru yg paling aman dibandingkan dengan pembangkit listrik Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara dan pembangkit lainnya. Indikatornya adalah jumlah korban per kwh listrik yang dihasilkan dari setiap jenis pembangkit, yang menunjukkan PLTN yang paling rendah atau paling aman. Maka dari itu, pembangunan PLTN di Indonesia ini haruslah mendapatkan banyak perhatian dari berbagai pihak dan harus dikaji lebih mendalam lagi guna memajukan negara sehingga kaya akan sumber energinya mengingat negara-negara maju telah memanfaatkan PLTN ini sebagai pemenuhan energi listrik di negaranya.

Share this

Related Posts

Latest
Previous
Next Post »